Selasa, 09 Desember 2014

HUBUNGAN DEPRESI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2



HUBUNGAN DEPRESI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

 

Disusun Oleh :


KELOMPOK III


M. YUNUS

1221004






PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES TENGKU MAHARATU
PEKANBARU
2013






BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik kronis yang memiliki efek melemahkan terhadap seluruh kehidupan pasien diabetes , tidak hanya aspek fisik tetapi juga aspek psikologis . Depresi merupakan salah satu gangguan psikologis, oleh karena itu kondisi ini memerlukan manajemen yang komprehensif dengan melibatkan keluarga pada perawatan. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin) dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). Kasus diabetes dilaporkan mengalami peningkatan di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia.
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, jumlah penderita DM mencapai 194 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa di tahun 2015 mendatang, termasuk negara Indonesia. Angka kejadian DM di Indonesia menempati urutan keempat tertinggi di dunia yaitu 8,4 juta jiwa. Jumlah populasi penduduk yang meningkat berkaitan dengan faktor genetika, life ekpectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. DM perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak dampak negatif yang ditimbulkan.
Distribusi penyakit iini juga mneyebar pada semua tingkat masyarakat dari tingkat sosial ekonomi rendah sampai tinggi, pada setiap ras, golongan etnis dan daerah geografis. Gejala DM yang bervariasi yang dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil lebih sering  ataupun berat badan yang menurun, gejala tersebut berlangsung lama tanpa memperhatikan diet, olahraga, pengobatan sampai orang tersebut memeriksakan kadar gula darahnya.
DM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, jantung, ginjal, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain. Penderita DM dibandingkan dengan penderita non DM mempunyai kecenderungan 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 7 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 5 kali menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun DM di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5 %, retinopati 10%, ulkus diabetika 15%, dan nefropati 7,1%.
1.2 TUJUAN
a.       Mengetahui hubungan depresi dan dukungan keluarga terhadap kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2.
b.      Mengetahui patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2.
c.       Mengetahui efektivitas dukungan keluarga terhadap kadar gula darah pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2.
1.3 MANFAAT
a.       Untuk mahasiswa, dapat dijadikan dasar atau kutipan dalam memperluas tulisan ilmiah.
b.      Untuk perawat, merupakan hal yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat mendiagnosa dan merawat pasien DM dengan komprehensif.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALISA MASALAH / TOPIK
Diabetes Melitus adalah gangguan sistem endokrin yang dikarakteristikkan oleh fluktuasi kadar gula darah yang abnormal, biasanya berhubungan dengan defect produksi insulin dan metabolisme glukosa (Dunning, 2003). DM disebabkan oleh hiposekresi atau hipoaktivitas dari insulin. Saat aktivitas insulin tidak ada atau berkurang (deficient), kadar gula darah meningkat karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel jaringan (Black & Hawk, 2005).

Kontrol DM yang buruk dapat mengakibatkan hiperglikemia dalam jangka panjang,yang menjadi pemicu beberapa komplikasi yang serius baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Banyaknya komplikasi yang mengiringi penyakit DM telah memberikan kontribusi terjadinya perubahan fisik, psikologis maupun sosial. Salah satu perubahan psikologis yang paling sering terjadi adalah kejadian depresi pada pasien DM. Studi melaporkan bahwa pasien DM dua kali lebih besar mengalami gejala depresi atau di diagnosa depresi dibandingkan dengan populasi umum (Anderson,etal. 2001; Egede, Zheng, &Simpson, 2002).

Salah satu manajemen dalam perawatan pasien depresi yang berhubungan dengan penyakit DM adalah melibatkan dukungan sosial dalam perawatan. Dalam literatur disebutkan bahwa interaksi sosial berperan dalam adaptasi pasien dengan penyakit kronis. Salah satu dukungan sosial yang dapat diperoleh pasien adalah dukungan dari keluarga. Sebuah studi melaporkan bahwa 77% pasien dengan penyakit jantung memperoleh dukungan dari keluarganya (Rubin, 2000).

Griffin, et al. (2001) melakukan studi longitudinal untuk menyelidiki peran pemberian dukungan keluarga pada adaptasi psikologikal dan status penyakit. Studi dilakukan pada pasien dewasa (42 tahun) dengan rheumatoid arthritis. Griffin et al, menemukan korelasi yang kuat antara afek negatif pasien dan keluarga yang tidak mendukung seperti pemberian hukuman. Peneliti juga menemukan interaksi sosial yang negatif antara pasien dan pemberi dukungan adalah prediktor yang signifikan terhadap afek negatif pasien dan status penyakit. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Sragen diketahui data bulan Agustus 2008 menunjukkan terdapat 300 pasien DM. Sebanyak 30% mempunyai kadar gula darah sewaktu tidak normal (>20 0mg/dL) dengan pemeriksaan menggunakan glukometer. Hal tersebut membuat peneliti tertarik bagaimana faktor psikososial seperti depresi dan dukungan keluarga berhubungan dengan kadar gula darah.

2.2 ANALISA HASIL

a.      Hasil Analisa Penelitian
Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Ikeda et al. Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang signifikan antara ansietas, depresi, self efficacy dan kadar gula darah pada 113 pasien DM tipe 2 (Ikeda et al, 2000). Beardsley &Goldstein (2003) mereview literatur tentang hubungan antara stress, regulasi gula darah dan gaya koping. Menyimpulkan bahwa tingginya tingkat stress dihubungkan dengan buruknya regulasi gula darah.

Ada beberapa mekanisme depresi dapat berkontribusi pada metabolisme glukosa. Gangguan depresi mempengaruhi axis hypothalamic-pituitary-adrenal dan dapat memicu pengeluaran kortisol berlebihan (Risch, 2002). Pada kondisi depresi, tubuh akan mengeluarkan hormon-hormon stress yang akan mempengaruhi peningkatan kadar gula darah. ACTH akan menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol. Peningkatan kortisol akan mempengaruhi peningkatan kadar gula darah (Smeltzer & Bare, 2008). Selain itu kortisol juga dapat menginhibisi ambilan glukosa oleh sel tubuh (Individual Wellbeing Diagnostic Laboratories, 2008).

Depresi juga mempengaruhi metabolisme glukosa melalui mekanisme tingkah laku atau psikososial. Individual yang mengalami depresi mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih rendah dan umumnya melaporkan kebiasaan gaya hidup yang buruk (Anda, 2000). Penelitian menunjukkan bahwa tingkat depresi yang berat dihubungkan dengan ketidakpatuhan medikasi dan diet (Ciechanowski, Katon & Russo, 2000). Penemuan dari studi kontrol juga menunjukkan bahwa perawatan depresi yang efektif berhubungan dengan peningkatan kontrol glikemik (Lustman et al, 2000). Berdasarkan hasil pengalaman yang diperoleh peneliti, bahwa pasien DM yang mengalami depresi mempunyai kecenderungan untuk merubah pola makan, latihan dan penggunaan obat yang biasanya dipatuhi. Sebagai kesimpulan adanya gejala depresi mempunyai implikasi negatif pada manajemen diabetes (utamanya kontrol gula darah).

b.      Kenapa Dukungan Keluarga Mempengaruhi Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Steptoe et al,. (2004). Penelitian memberikan bukti bahwa isolasi sosial dan kesendirian merupakan faktor risiko terjadinya sakit mental dan fisik (Steptoe et al., 2004). Secara fisiologis, dukungan sosial yang adekuat ditemukan berpengaruh secara positif pada catecholamines (Uchino et al., 1996) dan kadar kortisol saliva disupresi oleh oxytocin dengan adanya dukungan sosial dalam situasi stressful (Heinrichs et al., 2003).
Menurut Lazarus & Folkaman (1984 dalam Friedman & Jones, 2003) dukungan keluarga dapat bertindak segera sebagai buffer terhadap stres dan akibatnya terhadap kerusakantubuh. Dukungan keluarga dapat membantu untuk mencegah stres dan sesuatu yang berbahaya atau mengancam. Dalam studi yang dilakukan Pittsburgh Epidemiology of Diabetes Complications (EDC), menyimpulkan bahwa faktor psikososial seperti dukungan kelurga mempunyai efek yang penting pada kontrol glikemik pada orang dewasa dengan NIDDM dan juga penting pengaruhnya pada self management pada pasien DM.

Bentuk-bentuk dukungan keluarga yang diberikan pada pasien, yaitu sebagai berikut.
1.      Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan untuk mengungkap suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini yaitu dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.
2.      Dukungan penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga  diantaranya memberikan support, penghargaan, dan perhatian.
3.      Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan, serta
4.      Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

c.       Patofisiologi Diabetes Mellitus

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi dari rentang kadar puasa normal 126 mg/ 100 ml darah. Hiperglikemia biasanya disebabkan oleh defisiensi insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe 1, atau karena penurunan responsivitas sel terhadap insulin, seperti yang dijumpai pada diabetes tipe 2.

Hiperkortisolemia, yang terjadi pada Sindrom Cushing dan sebagai respon terhadap stress kronis, dapat menyebabkan hiperglikemia melalui stimulasi glukoneogenesis hati. Keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin, dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah. Peningkatan kadar hormon-hormon tersebut dalam jangka panjang, terutama hormon pertumbuhan dianggap diabetogenik (menyebabkan diabetes) karena stimulasi pelepasan insulin yang berlebihan oleh sel-sel pankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap insulin.

Stimulasi saraf simpatis dan epinefrin dilepaskan dari kelenjar adrenal juga meningkatkan kadar glukosa plasma, terutama selama periode stress. Katekolamin epinefrin dan norepinefrin menghambat sekresi insulin. Meningkatkan pemecahan simpanan lemak, dan meningkatkan penggunaan glikogen untuk energi. Dengan mekanisme ini, katekolamin membuat beragam sumber energi alternatif  yang tersedia untuk tubuh selain glukosa, akibatnya glukosa plasma  meningkat dan meningkatkan glukosa yang dapat digunakan otak.

d.      Efektivitas Dukungan Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti berasumsi bahwa dukungan keluarga memerankan peran krusial pada kepatuhan self management dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kontrol metabolik. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhi kadar gula darah. Hal ini sesuai penelitian yang sudah banyak dilakukan bahwa dukungan keluarga yang negatif merupakan prediktor terkuat dalam mempengaruhi hasil kesehatan pasien, utamanya dengan penyakit kronis (Ellard & Smith, 1990).

Efektivitas dukungan keluarga dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi:
1.      Tahap perkembangan yang artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, denga demikian setiap rentang usia memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2.      Pendidikan atau tingkat pengetahuan dikarenakan keyakinan seseorang terhadap adanya bentuk dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berpikir seseorang termasuk kemampuan memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.
3.      Faktor emosi, mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
4.      Faktor spiritual, aspek spiritual dapat terlihat bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakn, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

Sedangkan faktor eksternal meliputi:
1.      Praktik di keluarga berupa cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
2.      Faktor sosial dan psikososial, yaitu dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan dapat mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial meliputi: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
3.      Latar belakang budaya, mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

2.3 KRITISI/SARAN

a)      Untuk Keluarga
Diharapkan keluarga lebih termotivasi untuk memberikan dukungan yang diberikan kepada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 terhadap peningkatan kedar gula darah.

b)     Untuk Pelayanan Kesehatan
Perawat diharapkan lebih termotivasi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga yang memilki anggota keluarga yang menderita Diabetes Mellitus dengan cara memberikan dukungan dalam meningkatkan kepatuhan diet pada pasien Diabetes Mellitus. Dan juga perlu dilakukan skrining tentang depresi pada pasien DM dan melibatkan keluarga merupakan hal yang penting dalam pemberian asuhan keperawatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat mendiagnosa dan merawat pasien DM dengan komprehensif yang hasil akhirnya akan meningkatkan kontrol gula darah.










BAB III
PENUTUP

3.1  SIMPULAN

Diabetes Melitus adalah gangguan sistem endokrin yang dikarakteristikkan oleh fluktuasi kadar gula darah yang abnormal, biasanya berhubungan dengan defect produksi insulin dan metabolisme glukosa (Dunning, 2003). Depresi mempengaruhi metabolisme glukosa melalui mekanisme tingkah laku atau psikososial. Individual yang mengalami depresi mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih rendah dan umumnya melaporkan kebiasaan gaya hidup yang buruk (Anda, 2000).

Dukungan keluarga memerankan peran krusial pada kepatuhan self management dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kontrol metabolik. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhi kadar gula darah. Dukungan tersebut dapat berbentuk: dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional.










DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : buku saku. Jakarta : EGC
Isworo, Atyanti dan Saryono. 2010. Hubungan Depresi dan Dukungan Keluarga Terhadap Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Sragen [PDF]. Jurnal Keperawatan Soedirman. Website:http://jurnalonline.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/205/64diakses tanggal 19 Mei 2014.
Susanti, Mei Lina dan Tri Sulistyarini. 2013. Dukungan Keluarga meningkatkan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap RS. BAPTIS Kediri [PDF]. Jurnal STIKES. Website: http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/view/18840/18537diakses tanggal 2 Juni 2014.


SISTEM KESEHATAN NASIONAL DAERAH (SKD)



SISTEM KESEHATAN NASIONAL DAERAH
(SKD)

https://lh3.googleusercontent.com/-TpgxK72VxoU/UPAbQyevgMI/AAAAAAAAACk/i48IPthmhxA/s150-c/photo.jpg

Disusun Oleh :
M. YUNUS
1221004





PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES TENGKU MAHARATU
PEKANBARU
2014







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem kesehatan terdiri dari semua pencegahan medis pribadi layanan perawatan, diagnosis, perawatan, dan rehabilitasi (layanan untuk mengembalikan fungsi dan kemandirian)-ditambah lembaga dan personel yang menyediakan layanan ini dan pemerintah, masyarakat, dan organisasi swasta dan instansi yang pelayanan keuangan.
Sistem perawatan kesehatan dapat dilihat sebagai kompleks terdiri dari tiga komponen yang saling terkait: orang-orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan, konsumen kesehatan yang disebut perawatan; orang-orang yang memberikan layanan kesehatan-para profesional dan praktisi disebut penyedia kesehatan; dan pengaturan sistematis untuk memberikan perawatan kesehatan-lembaga publik dan swasta yang mengorganisasikan, merencanakan, mengatur, keuangan, dan mengkoordinasikan layanan yang disebut lembaga atau organisasi dari sistem perawatan kesehatan. Komponen kelembagaan termasuk rumah sakit, klinik, dan lembaga rumah-kesehatan; perusahaan asuransi dan program yang membayar untuk layanan seperti Blue Cross / Blue Shield, dikelola rencana perawatan seperti organisasi pemeliharaan kesehatan (HMO), dan pilihan penyedia organisasi (PPO) dan hak program seperti Medicare dan Medicaid (pemerintah federal dan negara bagian program bantuan publik). lembaga-lembaga lainnya adalah sekolah-sekolah profesional yang melatih siswa untuk karir di bidang kesehatan medis, masyarakat, gigi, dan sekutu profesi kesehatan, seperti perawatan. Juga termasuk adalah lembaga-lembaga dan asosiasi yang penelitian dan memantau kualitas layanan perawatan kesehatan; penyedia lisensi dan akreditasi dan lembaga; lokal, negara bagian, dan nasional masyarakat profesional, dan perusahaan yang menghasilkan teknologi medis, peralatan, dan obat-obatan.
Sebagian besar interaksi antara tiga komponen dari sistem perawatan kesehatan terjadi secara langsung antara konsumen perawatan kesehatan individu dan penyedia. interaksi lainnya adalah tidak langsung dan impersonal seperti program imunisasi atau skrining untuk mendeteksi penyakit, dilakukan oleh badan kesehatan publik untuk seluruh populasi. Semua pemberian perawatan kesehatan, bagaimanapun, tergantung pada interaksi antara ketiga komponen. Kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari perawatan kesehatan tergantung pada kemampuan individu atau kelompok untuk mendapatkan masuk ke sistem perawatan kesehatan. Proses mendapatkan masuk ke sistem perawatan kesehatan ini disebut sebagai akses, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi akses ke perawatan kesehatan.
1.2 Tujuan

1.      Agar mahasiswa memahami Sistem Kesehatan Daerah.
2.      Agar mahasiswa mengetahui ruang lingkup Sistem Kesehatan Daerah.
·         Upaya Kesehatan
·         Pembiayaan Kesehatan
·         Jaminan Pembiayaan Kesehatan
·         Sumber Daya Manusia Kesehatan



































BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Daerah
Sistem kesehatan daerah menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. Sistem Kesehatan Daerah merupakan acuan bagi berbagai pihak dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di daerah.
Dalam era desentralisasi yang sudah dijalankan oleh berbagai daerah termasuk DKI, untuk segi  pelayanan kesehatan juga sudah di pusatkan ke daerah  masing-masing. Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibukota negara sudah mulai menerapkan sistem kesehatan daerah,yang diatur dalam peraturan daerah no.4 tahun 2009, mengenai Sistem Kesehatan Daerah.
            Kesehatan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota. Ini berarti bahwa dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah kabupaten dan Pemerintah Kota bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya.
            Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit memiliki standar pelayanan .
Standar pelayanan Rumah Sakit Daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan  baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus di selenggarakan oleh rumah sakit. (Permenkes  no.228/Menkes/SK/III/2002 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal rumah Sakit yang wajib dilaksanakan daerah).
Sistem Kesehatan daerah sebagai upaya penyelenggaraan pembangunan kesehatan daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip:
1.      Secara merata, berkeadilan, berkelanjutan dan saling mendukung dengan upaya pembangunan daerah lainnya.
2.      Menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, martabat manusia,  kemajemukan nilai sosial budaya dan kemajemukan nilai keagamaan.
2.2 Ruang Lingkup Sistem Kesehatan Daerah
2.2.1 Upaya Kesehatan
     Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
a.       Upaya Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Masyarakat bertujuan untuk memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat. (Perda No.9 DKI Jakarta).
UKM dalam pelaksanaannya dikelompokkan menjadi :
·         UKM Strata Pertama
Merupakan UKM tingkat dasar yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada masyarakat.
·         UKM Strata Kedua
Merupakan UKM tingkat lanjutan yaitu yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan  subspesialistik yang ditujukan kepada masyarakat.
·         UKM Strata Ketiga
Merupakan UKM tingkat unggulan yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik yang ditujukan kepada masyarakat.(Perda No.9 DKI Jakarta).
b.      Upaya Kesehatan Perorangan
Merupakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh swasta, masyarakat pemerintah, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. (Perda No.9 DKI Jakarta)
Upaya Kesehatan Perorangan dikelompokkan menjadi:
·         UKP Strata Pertama
Merupakan UKP tingkat dasar yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar yang ditujukan kepada perorangan dan diselenggarakan masyarakat,swasta dan pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

·         UKP Strata Kedua
Merupakan UKP yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik kepada perorangan terutama diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta.
·         UKP Strata Ketiga
Merupakan UKP unggulan yang mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan subspesialistik kepada perorangan terutama diselenggarakan oleh masyarakat dan swasta.
2.2.2 Pembiayaan Kesehatan
Sistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan  berbagai upaya kesehatan  yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Saat ini pembiayaan kesehatan masih dipegang oleh pusat,hal ini menunjukkan tidak adanya gejala kepemilikan pemerintah daerah terhadap program kesehatan.Perlu ada suatu reposisi peran pemerintah pusat dalam hal pembiayaan kesehatan. Alokasi pemerintah pusat perlu memerhatikan keadaan fiskal suatu daerah.
Mekanisme pembiayaan kesehatan:
1.        Ditinjau dari peran serta masyarakat
                                 a.            Cuma-Cuma : Semua biaya kesehatan ditanggung oleh pemerintah
                                b.            Peran serta masyarakat:
·         Menanggung sebagian (Mekanisme Subsidi)
·         Menanggung seluruhnya (Mekanisme pasar)
2.        Ditinjau dari cara pembayaran oleh masyarakat:
·         Cuma-Cuma
·         Pembayaran tunai (fee for service)
·         Pembayaran dimuka (prefaid)----Asuransi Kesehatan

Biaya kesehatan dapat ditinjau dari 2 sudut,yaitu:
1.      Penyediaan pelayanan kesehatan,merupakan besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.
2.      Pemakai jasa pelayanan adalah besarnya dana yang dimanfaatkan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.
Sumber dana biaya kesehatan berasal dari:
1.      Bersumber dari anggaran pemerintah
2.      Bersumber dari anggaran masyarakat
3.      Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
4.      Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat.

Masalah pokok yang sering ditemui dalam pembiayaan kesehatan :
1.      Kurangnya dana yang tersedia,kurangnya dana masih terkait dengan masih kurangnya kesadaran dalam pengambilan keputusan akan pentingnya arti kesehatan.
2.      Penyebaran dana yang tidak sesuai
3.      Pemanfaatan dana yang tidak tepat
4.      Pengelolaan dana yang belum sempurna
5.      Biaya kesehatan yang makin meningkat.

Masalah Pembiayaan kesehatan :
1.      Jumlah dana yang selalu terbatas. Indonesia 2% GNP,Malaysia 3%,Thailand 5%,Inggris 6,1%,Jepang 6,5%,Jerman 8%,Amerika Serikat 12,7% (World Bank,1993)
2.      Alokasi dana tidak efektif,Persentase biaya pelayanan kuratif lebih besar dari pelayanan promotif dan preventif.
3.      Utilisasi dana tidak efisien,banyak pemborosan dan penyalahgunaan.
4.       Biaya kesehatan cenderung selalu meningkat.

2.2.3 Jaminan Pembiayaan Kesehatan
Solusi masalah pembiayaan kesehatan mengarah pada peningkatan pendanaan kesehatan agar melebihi 5% PDB sesuai rekomendasi WHO, dengan pendanaan pemerintah yang terarah untuk kegiatan public health seperti pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan, promosi kesehatan serta pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Sedangkan pendanaan masyarakat harus diefisiensikan dengan pendanaan gotong-royong untuk berbagi risiko gangguan kesehatan, dalam bentuk jaminan kesehatan.
Pengembangan jaminan kesehatan dilakukan dengan beberapa skema sebagai berikut:
1.      Pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK-Gakin).
2.      Pengembangan Jaminan Kesehatan (JK) sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
3.      Pengembangan jaminan kesehatan berbasis sukarela
4.      Pengembangan jaminan kesehatan sektor informal:
·         Jaminan kesehatan mikro (dana sehat)
·         Dana sosial masyarakat

2.2.4 Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya adalah penyelenggaraan, upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Untuk mewujudkan hal tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan yang didukung antara lain oleh sumber daya tenaga kesehatan yang memadai sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan. Oleh karena itu pola pengembangan sumber daya tenaga ksehatan perlu disusun secara cermat yang meliputi perencanaan,pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan yang berskala nasional.
Perencanaan kebutuhan tenaga kerja kesehatan secara nasional disesuaikan dengan masalah kesehatan, kemampuan daya serap dan kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan. Pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhn tersebut diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan baik oleh pemerintah dan/atau oleh masyarakat trmasuk swasta sedangkan pendayagunaannya diselenggarakan secara efektif dan merata. Penempatan terhadap segala jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009, terdapat persyaratan mengenai sumber daya manusia yang harus dipenuhi, yaitu rumah sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non kesehatan. Dimana jumlah dan jenis sumber daya manusia tersebut harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi rumah sakit. Rumah sakit harus memiliki data mengenai ketenagaan yang dimilikinya. Rumah sakit dapat memperkerjakan tenaga tidak tetap dan konsultan serta tenaga asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan kemampuannya. Tenaga medis dan tenaga kesehatan wajib memiliki ijin sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku,etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.
Dalam peraturan pemerintah tentang tenaga kesehatan nomor 32 tahun 1996 ditetapkan sebagai berikut:
Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.      Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2.      Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
3.      Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
4.      Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang kesehatan.

Jenis tenaga kesehatan:
1.      Tenaga kesehatan terdiri dari:
·         Tenaga medis
·         Tenaga keperawatan
·         Tenaga farmasi
·         Tenaga kesehatan masyarakat
·         Tenaga gizi
·         Tenaga ketrampilan fisik
·         Tenaga keteknisian medis
2.      Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi
3.      Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan
4.      Tenaga kefarmasian meliputi apoteker,analis farmasi dan asisten apoteker
5.      Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan dan sanitarian.
6.      Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien
7.      Tenaga ketrapian fisik meliputi fisioterapis, okupaterapis, dan terapi wicara.
8.      Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer,radioterapis, teknisi gigi,teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prosteik, teknisi transfusi dan perekam medis.

Persyaratan:
1.      Tenaga kesehatan wajib memilki pengetahuan dan ketrampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.
2.      Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenga kesehatan memilki izin dari menteri.
3.      Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh menteri.
4.      Selain izin sebagaimana dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi, diatur oleh mentri.

























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota.Ini berarti bahwa dalam rangka otonomi daerah,Pemerintah kabupaten dan Pemerintah Kota bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di daerahnya.
Sistem kesehatan daerah menguraikan secara spesifik unsur-unsur upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sumberdaya obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan sesuai dengan potensi dan kondisi daerah. Sistem Kesehatan Daerah merupakan acuan bagi berbagai pihak dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di daerah.